Beberapa waktu lalu Koran Pendidikan Edupost Jogja memberitakan tentang angka kecelakaan di beberapa daerah yang melonjak dan melibatkan pelajar. Demi mengantisipasi terulangnya kejadian tersebut, pihak Kepolisian meningkatkan pelarangan terhadap pelajar tanpa SIM untuk naik motor.
Kepolisian menghimbau sekolah agar meminimalisasi siswa-siswinya yang belum memiliki SIM, agar tidak menggunakan sepeda motor ke sekolah, diantaranya dengan tidak menyediakan ruang parkir untuk siswa bersepeda motor.
Bahkan pihak Kepolisian juga berencana akan meningkatkan frekuensi kegiatan razia terhadap pengendara motor.
Pelarangan siswa tanpa SIM mengendarai motor hanya akan menimbulkan masalah baru. Hal ini juga terkesan tidak mendukung proses pembelajaran siswa karena pembatasan usia 17 tahun ke atas yang hanya bisa memperoleh SIM. Jika demikian, umumnya hanya siswa kelas XII (3 SMA/MA/SMK) saja yang boleh menggunakan motor.
Pelarangan semacam ini hanya akan menimbulkan cari baru bagi siswa untuk membawa motor tanpa diketahu pihak sekolah maupun polisi. Jadi sekalipun, tidak ada tempat parkir motor di sekolah, siswa tetap bisa parkir di tempat lain.
Tanpa memberikan pemahaman secara tepat kepada siswa, pelarangan penggunaan sepeda motor akan menjadi upaya yang tidak efektif. Pencegahan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pelajar harus dimulaikan dari pribadi siswa itu sendiri, dengan penyadaran keselamatan lalu lintas, rambu-rambu, dan tingkat emosi saat berkendaraan.
Memberikan pemahamaan berlalu-lintas yang baik kepada remaja tidak dapat selesai dengan kegiatan sesaat saja, seperti seminar atau sosialisasi saja. Namun, pemahaman ini lahir dari pribadi yang baik pula, dewasa, keimanan, dan tingkahlaku yang positif.
0 comments:
Post a Comment